Jenis Atau Nama Kematian Masyarakat Simalungun
Masyarakat Simalungun memiliki jenis-jenis tingkat kematian, yaitu matei mardaroh, matei manorus, matei dakdanak, matei marlajar garama/anak boru, matei garama/anak boru, matei matua/matei matalpok, matei sari matua, matei sayur matua, matei layur matua.
Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis kematian dalam kebudayaan Simalungun.
1. Matei mardaroh
Matei mardaroh “mati di dalam kandungan” adalah meninggalnya seseorang bagi selagi masih di dalam kandungan. Kematian seperti ini biasanya tidak diberkati atau di adatkan oleh tutur tolu sahundulan dan lima saodoran dan dikebumikan pada waktu yang relatif singkat, yaitu sekitar 1-3 jam setelah meninggal, dan tidak bisa lewat dari satu hari setelah meninggal.
2. Matei manorus
Matei manorus “mati bayi” adalah anak yang meninggal ketika baru lahir. Jenis kematian ini sering juga disebut dengan istilah “boras do namadurus, tapi parborasan hot do”. Jenis kematian ini biasanya tidak diberkati dan di adatkan oleh tutur tolu sahundulan dan lima saodoran. Anak yang meninggal usia bayi seperti itu dikebumikan pada hari kematiannya kecuali kalau meninggal sore atau malam hari.
3. Matei dakdanak
Matei dakdanak“mati anak-anak” yang meninggal dunia dimulai umur satu tahun sampai usia remaja 12 tahun yang belum berumah tangga. Kematian seperti ini juga tidak diberkati atau di adatkan oleh tutur tolu sahundulan dan lima saodoran. Anak yang meninggal seperti itu dikebumikan pada hari kedua setelah anak itu meninggal.
4. Matei marlajar garama/anak boru
Matei marlajar garama atau matei marlajar anak boru adalah meninggalnya anak-anak pada usia remaja sampai usia dewasa sampai usia dewasa 12 tahun sampai 17 tahun, tetapi belum belum berumah tangga. Kematian seperti ini juga biasanya tidak diberkati dan diadatkan oleh tutur tolu sahundulan dan lima saodoran. Anak yang meninggal dunia seperti itu dikebumikan pada hari kedua setelah anak seperti itu meninggal..
5. Matei garama/anak boru
Matei garama atau matei anak boru adalah meninggalnya anak pada usia mulai di ats 17 tahun yang belum berumah tangga. Untuk kematian seperti ini juga biasanya tidak diberkati dengan adat, namun hanya dikunjungi keluarga dekat saja. Anak yang meninggal seperti itu biasanya dikebumikan paling lama pada waktu hari kedua setelah seperti ini meninggal.
6. Matei matua/matei matalpok
Matei matua atau matei matalpok adalah meninggalnya seseorang yang sudah berumah tangga namun belum mempunyai anak, atau sudah mempunyai anak, akan tetapi satu pun anaknya belum berumah tangga. Jika salah satu suami atau istri meninggal dunia, maka statusnya akan disebut mabalu. Sebutan tersebut menggambarkan suatu kehidupan yang patah di tengah jalan. Kematian seperti ini telah melibatkan tutur tolu sahundulan dan lima saodoran dengan melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing, namun kematian ini juga tidak dijalankan adat. Pihak boru dan sanina memberikan bantuan berupa uang yang disalamkan kepada suami sebagai duda atau istri sebagai janda yang meninggal dunia dan pihak tondong membawa beras dan hiou.
7. Matei sari matua
Matei sari matua adalah meninggalnya seorang suami atau istri yang sudah mempunyai anak, namun dari semua anaknya itu masih ada yang belum menikah. Anak yang belum menikah itu merupakan “beban” yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia sebelum mencapai kesempurnaan. Seseorang yang meninggal dunia sari matua dianggap telah mengalami kehidupan yang mendekati sempurna, dengan demikian perasaan sedih tidak mendominasikan keluarga maupun pelayat.
8. Matei sayur matua
Matei sayur matua adalah meninggalnya seseorang yang semua anaknya baik laki-laki maupun perempuan sudah berumah tangga dan sudah memperoleh cucu dari sebagian atau semua anaknya. Orang yang meninggal sayur matua dianggap telah mengalami kehidupan yang sempurna sehingga keluarga dan pelayat tidak mencerminkan kesedihan, bahkan sudah memperlihatkan kebahagiaan dan rasa syukur. Ekspresi kebahagiaan dan rasa syukur itu tergambar pada keturunan dan keluarga besar orang yang telah meninggal dunia. Kesempurnaan itu dianggap sebagai kesempurnaan bahwa semua anak-anaknya sudah berumah tangga dan telah memiliki cucu dan anak laki-laki dan anak-anak perempuan.
9. Matei layur matua
Matei layur matua adalah meninggalnya seseorang yang memiliki anak lakilaki dan perempuan, yang seluruh anaknya sudah menikah dan sudah memiliki cicit (nini dan nono), dan anak yang hidup sejahtera. Hidup sejahtera di sini dimaksud adalah semua anak-anaknya sudah memiliki pekerjaan yang baik. Masyarakat Simalungun menyebut cucu anak laki-laki itu nono dan cucu anak perempuan disebut nini sehingga seseorang yang sudah memiliki nini dan nono disebut marnini dan marnono. Matei layur matua ini juga disebut mati sempurna dimana semua cucunya juga sudah mempunyai anak dan cucu.
Sumber Gambar :
--Simaloengoen Batak dodenfeest in de Bataklanden (Upacara Kematian di Batak Simalungun) tahun 1937. KITLV ----
Komentar
Posting Komentar