CERITA GIRSANG


PERJALANAN DATU PARULAS TUAN PANGULTOP ULTOP JADI RAJA DI KERAJAAN PURBA PADA TAHUN 1624 – 1648

Oleh Juster Girsang, SH,MH

Raja Somalate adalah keturuan dari Purba Sigulang Batu yang tinggal didaerah Bakkara wilayah Humbang pesisir Danau Toba. Raja Somalate semasa hidupnya dipanggil namanya TUAN RAJA DOLI artinya malu tua dan tiap tahun tampak seperti anak muda dan terkadang dipanggil namanya SITEA BULAN karena kekuatan ilmu bathinnya (hadatuonni) dan kepintaran ilmu bathinnya diperoleh dari Bertapa sedang kepintaran pencak silatnya berguru dari Harimau, sedangkan kepintaran ULTOP nya dari BUNIAN (mahluk halus) . Anak Raja Somalate ada dua orang anak kembar (silinduat) yang paling tua namanya DATU PARULTOP dan yang satu lagi DATU PARULAS. Kedua anak ini dari sejak kecil sudah dilatih ayahnya belajar ilmu kebatinan ,pencak silat dan marultop. Datu Parultop dan datu Parulas anak kembar yang tidak terpisahkan baik dibidang kepintarannya maupun kesaktiannya dan memanahnya (Mangultop). Semasa mereka berdua masih anak muda sudah sering diundang bertanding soal ilmu kebatian kedaerah lain dan Marultop selalu juara sehingga terkenal kehebatan mereka sekitar daerah Bakkara. Pada suatu hari mereka mendegar cerita dari penduduk sekitar bahwa ada ANDUHUR BOMBON (Burung Balam Putih) di sekitar ladang Partabuan Bakkara diatas pinggiran Danau Toba Bakkara, mendengar itu mereka berdua berniat mangultop burung Balam putih tersebut. Kemudian mereka berdua berangkat ke Ladang Partabuan, tidak berapa lama mereka diladang itu Anduhur BOMBON itu nampak hinggap didahan kayu, lalu mereka berdua sama sama mangultop kearah Anduhur Bombon itu dan kedua anak panah mereka mengenai Anduhur Bombon itu, akan tetapi Anduhur Bombon itu tidak jatuh dan tidak merasakan anak panah mereka, malah Anduhur Bombon itu terbang kearah Timur Bakkara.
Lalu dibilang Juara Parultop kepada adeknya Datu Parulas : “ Kenapa bisa kek gitu dek, sedangkan Lalat maupun Capung yang terbang bisa dapat kita panah, ini sudah dua mata anak panah mengenai dada Anduhur Bombon itu tetapi tidak mempan ? “ Lalu dijawab Datu Parulas : ” Bah ! Saya pun bingung melihat kejadian ini, Mungkin Anduhur ini mau mempermalukan kita “ kata Datu Parulas menjawab abangnya. “ Menurut pendapat saya “ kata Datu Parulas : “ Harus kita dapat Anduhur Bombon itu, biar kita buat jadi lauk, kita harus cabut nyawanya karena burung itu sudah melecehkan kesaktian kita “ Kemudian mereka berdua pergi mengikuti arah burung Bombon itu terbang, dan mereka berdua selalu menemui Anduhur Bombom itu, tetapi belum sempat di Ultop sudah terbang lagi. Setelah tiga hari dua malam mereka mengikuti jejak Anduhur Bombom itu mereka sampai dikampung Sabulan. Namun mereka berdua masih berniat memburu Anduhur Bombon itu, namun tidak nampak lagi. Kemudian dibilang Juara Parultop kepada Adeknya Datu Parulas : “ Bagaimana ? Balik lah kita dek, biarkan aja Anduhur Bombon itu pergi , nanti kecarian bapak kita dikampung, kita tunggu beberapa hari lagi baru kita kembali buru lagi “ lalu dijawab adek Datu Parulas : ” Buat apa kita tergesa gesa kita pulang, istrahatlah dulu dikampung ini, sambil makan ikan si Sabulan, karena Ikan Sisabulan terasa lain enaknya ikan dari daerah lain “ mereka pun istrahat dikampung itu sambil menikmati ikan Sisabulan. Pada suatu malam Datu Parulas bermimpi, bahwa ayah mereka Raja Somalate telah meninggal dunia, dan didalam mimpinya bahwa ayah mereka memberkati perjalanan mereka berdua kemanapun mereka berdua pergi. Setelah mereka terbangun Datu Parulas menceritakan mimpinya kepada abangnya , kemudian mereka membaca hari hari Batak berdasarkan ilmu kebatinan atas mimpi tersebut dan hasilnya membenarkan bahwa orangtua mereka Raja Somalate benar benar sudah meninggal dunia.
Kemudian mereka berdua sepakat tidak kembali lagi kekampung, dari tempat itu jugalah mereka pergi menjelajah mencari Burung Balam Putih itu (anduhur Bombon). Lalu dibilang Datu Parulas lah sama abangnya Datu Parultop : “ Begini bang, Lebih baiklah kita berpisah disini, jika kau kekanan aku kekiri, jika kau kearah hulu aku kearah kawah “ lalu dijawab abangnya Datu Parultop : “ Baguslah dek ! Baik yang kau bilang itu asal diantara kita tidak ada saling sakit hati, aku setuju yang kau bilang itu, jadi siapakah kita kearah utara dan siapa yang kearah selatan” lalu dijawab Datu Parulas abangnya : “ Bagaimana kalau begini kita buat caranya , Ultopkan ultop mu ke arah atas, setelah jatuh kita lihat mata ultop itu , jika kemana arah mata ultopmu kesitulah arah jalanmu, dan kemana pangkal ultop itu kesitulah arah jalan ku “ lantas dijawab Datu Parultop :” Baguslah idemu itu dek, maka setiap untuk menentukan arah perjalan kita masing-masing , kita buatlah seperti itu, semoga kita sehat sehat diperjalanan masing-masing ” kemudian dijawab Datu Parulas : ” Bagus begitu bang “ . Tidak berapa lama Datu Parultop mengarahkan Ultopnya ke atas setelah ditiup anak panahnya jatuh ketanah mereka berdua sama-sama menyaksikan arah mata dan pangkal ultop itu guna menentukan arah perjalanan mereka masing masing. Habis itu mereka berdua berpelukan sambil cium pipi kanan kiri dengan penuh haru yang tidak pernah pisah harus berpisah. Selesai berpelukan DATU PARULTOP berjalan kearah TAMBA dan perjalanan DATU PARULAS kearah JANJI RAJA.
Datu Parultop berangkat menuju negeri Tamba, sedangkan Datu Parulas berangkat menuju negeri Janji Raja. Sesampainya Datu Parulas di Negeri Janji Raja dia berdiri dikampung RAPUSAN dipinggir danau Toba sambil memandang kearah Pulau Samosir. Sewaktu dia asik memandang kearah danau dia melihat Anduhur Bombon terbang menuju kearah HARIAN SAMOSIR kemudian Datu Parulas dengan sigap berangkat menuju arah terbangnya anduhur Bombon itu. Kemudian Datu Parulas melihat Anduhur Bonbom itu hinggap diatas batu keramat yang bernama NAMARTUA BATARA GURU yang berada di danau Harian. Kemudian Datu Parulas secara perlahan-lahan mendekati batu tersebut karena berniat menangkap Anduhur Bonbon itu, namun setelah dekat Anduhur Bonbon itu kabur terbang. Datu Parulas pun merasa kesal karena tidak mengultop Anduhur Bonbon itu dengan Ultopnya. Karena rasa kesal datu Parulas duduk diatas batu keramat itu, kemudian sewaktu anak perempuan raja setempat hendak mengambil air minum melihat ada orang yang duduk diatas batu keramat itu, anak raja pun bingung melihat bisa orang duduk diatas batu itu, yang tidak pernah orang berani duduk diatas batu itu, karena setiap orang ada diatas batu tersebut pasti bahaya. Oleh karena itu anak raja pulang kerumah dan memberitahu kepada sang Raja tentang orang tersebut. Tidak berapa lama lintas nelayan penangkap ikan dekat batu itu dan bingung melihat ada orang bisa duduk diatas batu itu tidak bahaya, lantas kedua nelayan itu merapatkan sampan/solunya ke dekat Batu itu, lantas menyapa Datu Parulas apakah manusia atau setan, lalu dijawab oleh Datu Parulas bahwa dia adalah manusia. Setelah mereka bahwa orang yang duduk diatas batu itu adalah manusia, maka kedua nelayan itu memutar arah solunya ke pantai dan pergi memberitahukan kejadian itu ke sang Raja Harian. Kemudian Datu Parulas dibujuk ke rumah sang Raja Harian, karena dianggap orang itu tidak orang sembarangan dan selama di Harian Datu Parulas sebagai penasehat perang Raja dan diberikan tanah untuk Datu Parulas yaitu tanah Harian Lumbanraja.
Tidak berapa lama kemudian Datu Parulas teringat dengan Ultopnya dan memburu anduhur Bombon itu, lalu ditiupkannya ultopnya kearah atas untuk menentukan arah perjalanan selanjutnya, setelah anak ultopnya jatuh ditanah dilihatnya pangkal ultopnya menuju arah LEHU Pegagan Hilir , lantas datu Parulas berangkat menuju negeri LEHU. Di kampung Bukkit LEHU Kecamatan pegagan hilir Kabupaten Dairi. Pada masa itu penduduk setempat pada resah karena Babi hutan berantai mengamuk, dan siapapun tidak bisa membunuh Babi Hutan tersebut karena kebal, ditombak pun tidak mempan, malah Babi Hutan semakin beringas menyerang penduduk setempat. Lantas Datu Parulas menenangkan penduduk setempat biar jangan khwatir terhadap keganasan Babi hutan berantai tersebut, lalu Raja setempat berjanji kepada Datu Parulas akan didaulati menjadi raja kedua di daerah setempat, jika Datu Parulas bisa membunuh Babi Hutan berantai itu, lalu Datu Parulas menyatakan kesiapannya membubuh Babi Hutan itu dengan Ultopnya. Setelah dua hari Datu Parulas meminta Sirih satu atup, bersama-sama beberapa pemuda diajak menyaksikannya, lalu Datu Parulas memanah Babi Hutan itu dengan ultopnya dan kena tergelepar gelepar hingga Babi Hutan itu mati, lantas kepala Babi Hutan itu dipenggal oleh Datu Parulas untuk diserahkan kepada Raja setempat, dan penduduk setempat pun bersorak sorak karena merasa puas Babi Hutan berantai itu sudah mati terbunuh. Tidak berapa lama Datu Parulas kawin dengan boru MANIK lahir anaknya dibuatlah namanya GIRSANG itulah asal mulanya adanya marga GIRSANG dari Lehu, anaknya si Girsang tiga orang yaitu Nomor satu DATU BALUTAN GIRSANG merantau ke Nagasaribu Silimakuta, Nomor dua OPPUNG LOMIT GIRSANG tinggal di Lehu, Nomor tiga OPPUNG SILANGIT GIRSANG merantau ke Tanah Karo sering disebut marga TARIGAN GERNENG.
Kemudian Datu Parulas teringat kembali dengan janji dengan abangnya Juara Parultop untuk memburu Anduhur Bombon itu, lalu Datu Parulas meniup ultopnya kearah langit untuk menentukan arah perjalanannya, setelah anak ultopnya jatuh ditanah pangkal anak ultopnya mengarah ke arah Pangururan, lalu Datu Parulas berniat berangkat ke Negeri Pangururan sesuai dengan arah pangkal yang ditunjuk anak ultopnya, niatnya pun diberitahukan kepada istrinya br Manik bahwa Datu Parulas mau berangkat merantau kenegeri orang lalu Datu Parulas berangkat menuju Negeri Pangururan. Setelah sampai di daerah Pangururan pada masa itu Datu Parulas menemukan orang orang ditempat sedang bersedih karena menurut penduduk setempat Ular Naga sedang mengamuk didaerah itu , semua sawah ladang kampung mereka luluh lantak dibuat longsor berantakan karena Ular Naga sedang lintas diperkampungan mereka ( sebenarnya itu Gempa bumi) Pada saat itu sudah ada pengumuman dari Raja bahwa siapa yang bisa menenangkan Ular Naga itu dia akan diangkat jadi Raja kedua dan diberikan separoh tanah daerah kerajaannya. Kemudian Datu Parulas menemui Raja setempat dan membuat kesepakatan, dan datu Parulas berjanji pada bulan ketiga Ular Naga itu akan dibinasakan oleh Datu Parulas. Tepat pada bulan ketiga janji itu dipenuhi oleh Datu Parulas menenangkan Ular Naga itu dan penduduk setempat merasakan tidak lagi ada lagi sawah ladang yang longsor dan daerah itu pun aman dari kehancuran akibat longsor, kemudian Rajapun memenuhi janjinya dan diberikan separoh wilayah kerajaan kepada Datu Parulas di daerah Sagala dan didaerah itu Datu Parulas kawin dan lahir anaknya dibuat bernama SIBORO berasal usul dari situlah marga SIBORO jika ditanah karo di sebut marga CIBERO.
Sewaktu Datu Parulas di Sagala kembali ia teringat janji dengan abangnya Datu Parultop memburu Anduhur Bombon itu, kemudian Datu Parulas meniup ultopnya kearah atas untuk menentukan arah perjalanannya yang akan dituju. Setelah ultopnya ditiupnya kearah atas lalu anak ultop jatuh ketanah dengan pangkalnya menuju arah daerah Simalungun. Kemudian ia berpamit kepada istrinya bahwa ia akan berangkat merantau ke negeri Simalungun memburu Anduhur Bombon. Di daerah Simalungun tepatnya di Pematang Purba pada waktu itu dibawah kerajaan Raja Purba Dasuha. Di daerah itu Datu Parulas dipanggil Tuan Pangultop-ultop karena kegemarannya Mangultop burung, juga ia dipanggil Tuan sebagai orang pendatang yang disegani karena kepintaran dibidang ilmu kebatinan (Datu Bolon) dan ilmu pencak silat maupun kebolehannya mangultop dan selama di negeri itu Datu Parulas mengajarkan ilmu PODA TUR (Pengobatan Tanpa Mantra) terhadap penduduk setempat.
Suatu ketika diwilayah hutan belantara Pematang Purba, Datu Parupas berburu dengan mangultop dan berhasil menangkap seekor burung Nanggordaha yang kemudian dari tembolok burung itu terdapat biji Padi dan Jagung. Ketika ia melihat daerah Purba adalah negeri yang subur, maka iapun memohon kepada Raja Purba Dasuha untuk diberikan sebidang tanah yang kelak akan ia tanami dengan biji Padi dan Jagung yang ia peroleh dari tembolok burung itu. Inilah yang mengantarkan Datu Parulas pangultop-ultop berjaya dari hasil panen Padi dan Jagung yang melimpah dari sebidang tanah yang diterimanya dari kebaikan Raja itu. Hasil panennya pun ia simpan disebuah lumbung besar. Suatu waktu muncullah paceklik yang mengakibatkan penduduk kewalahan mencari makanan. Penduduk pun mengetahui Pangultop-ultop memiliki banyak menyimpan padi dan jagung di lumbungnya,mereka pun lalu memintanya agar memberikan padi dan jagung yang selama itu ia kumpulkan. Hanya saja, ia tidak mau memberi padi atau jagungnya jika penduduk setempat hanya memanggilnya dengan sebutan “OPPUNG” (kakek atau orang yang dihormati) melainkan panggilan RAJA. “ Jangan panggil aku Oppung, jika ingin mendapatkan Padi dan Jagung dari saya, tapi panggillah saya RAJA “ katanya. Mereka pun memanggilnya demikian, yang lantas diketahui oleh Purba Dasuha. Merasa pengakuan terhadap dirinya terancam tidak diakui lagi, maka Purba Dasuha pun mengadakan pertemuan dengan Pangultop-ultop ; “ Jika kamu memang Raja, maka buktikanlah ?” kata Purba Dasuha. Hal ini memang dituruti oleh Pangultop-ultop dengan mematuhi peraturan yang ditetapkan Purba Dasuha, yaitu “ MARBIJA” (bersumpah) adalah prosesi yang menjadi langkah pembuktian itu. Segemgam tanah, air dan appang-appang (kulit kerbau) sebagai medianya. Maka, Pangultop-ultop kembali ketanah asalnya untuk mendapatkan ketiganya (Tanah, Air, Appang-appang). Kemudian Segemgam tanah lalu ditabur, dilapisi appang-appang dan disampingnya ditaruh air yang tertuang dalam Tatabu (sejenis tempayan dari kulit Labu). Dengan disaksikan oleh rakyat, lalu Pangultop ultop bersumpah dihadapan Purba Dasuha yang dikawal oleh para ulubalang, katanya “ JIKA TANAH DAN AIR YANG AKU DUDUKI INI BUKAN MILIKKU, MAKA SEKARANG JUGA AKU MATILAH” seterusnya Pangultop-ultop pun kemudian meminum air itu. Waktulah yang kemudian menjawab sumpah itu. Meski sudah melewati hari, minggu, bulan hingga tahun namun Pangultop-ultop tidak mati seperti lazimnya sebuah sumpah yang mengandung kebohongan maka maut adalah imbalannya. Dan waktu jugalah yang menentukan peralihan kekuasaan dari Purba Dasuha kepada Pangultop ultop datu Parulas itu. Kemudian kata Purba Dasuha : “ KUAKUI, SEKARANG KAMULAH RAJA YANG PANTAS MEMIMPIN KERAJAAN PURBA, SEBAB SUMPAHMU TAK BERBALA” Sejak saat itu Pangultop-ultop resmi diakui menjadi raja, tepatnya pada tahun 1624 selama 24 tahun hingga akhir kepemimpinannya pada tahun 1648. Sedangkan raja terdahulu PURBA DASUHA masih dianggap sebaga Raja, hanya saja tidak lagi memerintah.
Jika kita lihat dari sisi politis bahwa Datu Parulas Pangultop-ultop telah memiliki unsur politik kekuasaan, dimana tanah dan air serta appang-appang yang digunakan sebagai media sumpah pada waktu itu adalah yang dibawanya sendiri dari tanah asalnya , sehingga ia selamat dari maut karena sumpahnya. Lebih kurang selama 24 tahun Datu Parulas menjadi raja di kerajaan Purba. Di Pematang Purba Datu Parulas kawin dan anaknya dibuat bernama PURBA untuk mengingatkan kembali marga nenek moyangnya marga PURBA, itulah marga PURBA yang ada di Simalungun Pematang Purba.
Desa Purba dikenal sebagai salah satu pusat pemerintahan kerajaan tertua di Simalungun, hingga akhir kekuasaannya tercatat 14 Raja yang pernah memegang tampuk kekuasaan kerajaan Purba, hal itu bukti sejarah masih dapat terlihat dimana ada 14 tanduk kerbau yang tergantung di dinding ruangan Rumah Bolon Kerajaan Purba. Kerajaan Purba bukanlah satu satunya kerajaan yang pernah ada di wilayan Simalungun, sejarah mencatat ada lima kerajaan besar yang masing-masing menguasai wilayah masing-masing tersebar di beberapa wilayah di Simalungun antara lain wilayah : Siantar, Panambean, Tanah Jawa, Pematang Raya dan Purba yang didiami marga marga tertentu seperti : Marga Saragih, Damanik, Sinaga, dan Purba.
Pada suatu hari Datu Parulas Parultop-ultop melihat Anduhur Bombon itu melintas terbang diatas kepalanya lantas ia pun mengintai dan mengikuti arah perjalanan Anduhur Bombon itu, dan tidak terasa Datu Parulas sudah sampai di daerah Perdagangan. Pada saat datang hujan deras bersama angin puting beliung, Datu Parulas pergi berlindung ke dalam lobang Kayu Attualang yang berlobang, lantas dia kembali bertapa didalam liang kayu tersebut hingga meninggal dunia dilobang tersebut. Itulah tempat monyet KERAMAT PERDAGANGAN sekarang.
Jika kita runut Raja Raja Kerajaan Purba yaitu : Datu Parulas Tuan Pangultop-ultop (1624-1648) Tuan Ranjiman (1648-1669) Tuan Nanggara (1670-1692) Tuan Bantiran (1692-1717) Tuan Bakkaraja (1718-1738) Tuan Baringin (1738-1769 Tuan Baringin (1738-1769) Tuan Bona Batu (1769-1780) Tuan Raja Ulan (1781-1799) Tuan Atian (1800-1825) Tuan Horma Bulan (1826-1856) Tuan Raondop (1856-1886) Tuan Rahalim (1886-1921) Tuan Karel Tanjung (1921-1931) Tuan Mogang (1921-1947) Raja terakhir adalah Raja Tuan Mogang yang jasadnya hingga kini belum ditemukan, disinyalir dibunuh ketika revolisi social berlangsung di Simalungun pada tahun 1947.
Rumah bolon Pematang Purba sendiri merupakan kediaman Raja Purba yang pertama kali diduduki Datu Parulas Tuan Parultop-ultop (1624-1648) yang kemudian diteruskan secara turun temurun dengan sebuah tradsi budaya setempat. Dalam tradisi kerajaan yang meneruskan kekuasaan pada umumnya anak sulung, maka prinsip itu tidaklah mutlak berlaku dalam kerajaan Purba, bukan harus anak sulung, tetapi siapa keturunan yang bagi raja memiliki talenta untuk menjadi pemimpin, maka ialah diangkat sebagai penerus kerajaan.
Kalau kita lihat perjalanan Datu Parulas dari mulai dari BAKKARA – HARIAN – BUKKIT LEHU - SAGALA – PEMATANG PURBA , dapat kita simpulkan bahwa marga GIRSANG, SIBORO, PURBA yaitu anak Datu Parulas sudah ada sekitar tahun 1600 an, yang kemudian Datu Parulas Tuan Parultop-ultop menjadi Raja Tahun 1624-1648 di kerajaan Purba di Pematang Purba, dan sekitar abad ke 17 salah seorang cucu dari Datu Parulas yaitu GIRSANG yang datang dari Lehu merantau ke wilayah Naga Saribu Silimakuta, yang menjadi Raja di Nagasaribu menggantikan mertuanya Tuan Naga Mariah (Marga Sinaga) pada awalnya nama kampung Nagamariah dan Rajanya Tuan Naga Mariah marga Sinaga mertua dari Op.Girsang itu sendiri , sewaktu penyerahan kampung Nagasaribu ke Op. Girsang ada pesan Tuan Naga Mariah “ Agar nama kampung ini tetap pakai nama NAGA, jangan dihilangkan NAGA nya” maka sejak Op Girsang berkuasa jadi Raja nama kampung itu berubah menjadi NAGASARIBU.
Sedangkan anak dari Juaro Parultop (abang dari Datu Parulas) ada tiga yaitu PURBA TAMBAK, TARIGAN dan PURBA TUNTUNG BATU, sedangkan anak Datu Parulas yaitu GIRSANG, SIBORO dan PURBA yang ada di Pematang Purba. Sampai sekarang ini masih dianggap bersanina ( satu darah) dan tidak ada saling kawin antara marga keturuan dari Juaro Parultop dengan keturunan Datu Parulas.
Sesuai tarombo bahwa Juaro Parultop dan Datu Parulas merupakan anak kembar (silinduat), makanya kadang Purba yang di Simalungun yang punya tarombo menuliskan dengan Datu Parulas/Parultop. Keduanya merupakan orang sakti (datu bolon) memburu Anduhur Bombon. Terima kasih.
Daftar Pustaka
1. Lembaga silsilah Indonesia oleh Jonny Purba Tondang
Cijantung dengan dukungan Lembaga Silsilah Indonesia Prof.
Dr.BA.Simanjuntak (Unimed) tanggal 22 Juli 2001
2. Penuturan Wanson Purba pegawai dinas parawisata
Kabupaten Simalungun Pengawas bangunan tua Rumah
Bolon Kerajaan Purba dan ia merupakan keturunan Raja
Kuraha (panglima Raja) .
3. Partopi Tao silsilah marga Girsang di Google 25 Desember
2010 oleh Boston Girsang Cs
4 Brosur Partangiangan Appangadum Purba Sigulangbatu
tanggal 31 Juli 1965 di Julu Sigulangbatu Bakkara.
5. Tarombo Simalungun Purba & Tondang, 17 Maret 2009p


Komentar

POPULER POST

SILSILAH GIRSANG

SILSILAH TOGA SIMAMORA BERBAGAI VERSI

PINAR SIMALUNGUN

Patuturan Dalam Ke Kerabatan Suku Simalungun

TAROMBO MARGA GIRSANG

GIRSANG Vs LUMBAN TORUAN HARIARA

SEJARAH LAHIRNYA MARGA TARIGAN

Umpasa Namarpariban

PESTA TUGU GIRSANG 2017

Radja Radja Simalungun