Perjalanan Datu Parultop Si Raja Langit Dan Datu Parulas Si Raja Ursa Leluhur Marga Girsang Part 1

 BAB - II

PERJALANAN DATU PARULTOP SI RAJA LANGIT DAN PERRJALANAN DATU PARULAS SI RAJA URSALELUHUR MARGA GIRSANG.




Perjalanan Datu Parultop si Raja Langit (merupakan leluhur nenek moyang marga CIBERO, PURBA PAKPAK dan Datu Parulas si Raja Ursa (merupakan leluhur nenek moyang MARGA GIRSANG dari Lehu adalah sebuah legenda sejarah MARGA GIRSANG pada zamannya dan secara turun temurun diwariskan oleh para leluhur kita terdahulu yang diyakini keberadaannya sampai sekarang. Di dalam legenda perjalanan nenek moyang kita masih ada kejadian-kejadian bersifat mitos, namun hal itu tidak mengurangi keberadaannya sebagai petualang (perantau) yang memiliki jati diri dengan garis keturunan yang jelas. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya TUGU MARGA GIRSANG di Lehu sebagai alat pemersatu dan sebagai bukti sejarah memperjelas asal usul leluhur MARGA GIRSANG dari Lehu. Dengan keberadaan TUGU MARGA GIRSANG  tersebut menjadi bukti sejarah bagi generasi berikutnya untuk tetap bersatu dalam wadah yang sama dalam satu kekerabatan yaitu MARGA GIRSANG. Untuk memberikan pemahaman kepada generasi muda untuk lebih mengenal indentitas dirinya, supaya memahami arti peradaban (partuturan) sebagai perekat bagi anak cucu marga GIRSANG atau terhadap orang oraSuku Simalungun maupun terhadap suku suku marga Batak secara umum. Beranjak dari pemahaman Tarombo nenek moyang sendiri sudah barang tentu menambah percaya diri bagi generasi muda untuk bergaul sesama muda mudi serta tetap pada koridor partuturan suku Simalungun TOLUSAHUNDULAN LIMA SAODORAN (Sanina,Tondong, Boru + Tondong ni Tondong, Boru ni boru) dan tetap pada HABONARON DO BONA sebagai motto Simalungun. Dengan prinsip : Sanina pangalapan riah, tondong pangalopan podah, Boru pangalopan gogoh dengan motto Pangkei Marsanina, Hormat Martondong, elek Marboru“ Sehingga generasi muda GIRSANG tetap pada pendiriannya dan tidak kehilangan arah sebagai generasi penerus. Seperti yang tertulis pada Yesaya 61:9 “Keturunanmu akan terkenal diantara bangsa-bangsa, dan anak cucumu ditengah-tengah suku-suku bangsa, Sehingga semua orang yang melihat mereka akan mengakui, bahwa mereka adalah keturunan yang diberkati TUHAN”.




A. RAJA SOMALATE GURU TENTANG NIAJI ANAK DARI PURBA SIGULANGBATU

Raja Somalate dipanggil GURU TENTANG NIAJI dalam silsilah ia adalah keturuan dari PURBA SIGULANG BATU anak dari TOGA PURBA yang ketiga (Pantunhobol, Parhorbo, Sigulangbatu) yang tinggal didaerah Bakkara wilayah Humbang pesisir Danau Toba. Raja Somalate

panggilannya di sebut GURU TENTANG NIAJI semasa hidupnya dipanggil juga namanya TUAN RAJA DOLI artinya malu tua dan tiap tahun tampak seperti anak muda dan terkadang dipanggil namanya SITEA BULAN karena kekuatan ilmu bathinnya (hadatuonni) dan kepintaran ilmu bathinnya diperoleh dari Bertapa sedang kepintaran pencak silatnya berguru dari Harimau, sedangkan kepintaran ULTOP nya berguru dari BUNIAN (mahlTim Sejarah telah berkunjung ke daerah kampung asal usul marga PURBA SIGULANGBATU di kampung Sigulang Batu Bakara berada dikaki Gunung dibelah oleh Sebuah Sunggai membelah daratan wilayah Bakara. Dalam perjalanan tersebut, Tim berkeliling bersama tokoh marga Purba Sigulangbatu bernama MANGIHUT PURBA (PA HOTMA) yang tinggal di wilayah Bakara bersama-sama Tim menuju Kampung Sigulangbatu jarak lebih kurang empat kilometer dari Istana Raja Sisingamaraja Bakara.Dari hasil wawancara langsung di kampung Sigulangbatu asal usul marga Purba Sigulangbatu dengan MANGIHUT PURBA bersama-sama dengan tokoh marga PURBA SIGULANGBATU yang tinggal menetap di kampung Purba Sigulangbatu adalah mereka leluhur keturunan dariDatu Rajim anak dari Sotangguon sedangkan anakSotangguon yang paling sulung adalah Op Somalate Guru Tentangniaji Purba Sigulangbatu anaknya dua (kembar)yaitu yang pertama Datu Parultopultop si RajaLangit yangmerantau menjadi 



leluhurmarga Cibro dan Purba Pakpak. Sedangkan yang kedua Datu Parulas Parultop si Raja Ursayang menjadi leluhur marga Girsang dan Siboro.Mereka menerangkan bahwa anak Raja Somalate panggilan GURU TENTANG NIAJI ada dua orang anak kembar (silinduat) yang paling tua namanya DATU PARULTOPULTOP yang juga dipanggil RAJA LANGIT dan yang satu lagi nama DATU PARULAS PARULTOP yang juga dipanggil RAJA URSA. Kedua anak ini dari sejak kecil sudah dilatih oleh ayahnya belajar ilmu kebatinan, pencak silat dan marultop. Datu Parultop digelar si Raja Langit dan Datu Parulas di gelar si Raja Ursa, dua anak kembar ini tidak terpisahkan baik dibidang kepintarannya maupun kesaktiannya dan memanah dengan tiupan (Mangultop). Semasa mereka berdua masih anak muda sudah sering diundang bertanding soal ilmu kebatian dan mangultop kedaerah lain, mereka selalu juara sehingga terkenal kehebatan mereka sekitar daerah Bakara tidak asing lagi dengan panggilan mereka berdua si Juara Parultop. Pada suatu hari mereka mendegar cerita dari penduduk sekitar bahwa ada ANDUHUR BOMBON (Burung Balam Putih) di sekitar ladang Partabuan Bakkara di atas pinggiran Danau Toba Bakara, mendengar itu mereka berdua berniat mangultop burung Balam putih tersebutKemudian mereka berdua berangkat ke Ladang Partabuan, tidak berapa lama mereka di ladang itu Anduhur BOMBON itu nampak hinggap di dahan kayu, lalu mereka berdua sama sama mangultop kearah Anduhur Bombon itu dan kedua anak panah mereka mengenai Anduhur Bombon Itu, akan tetapi Anduhur Bombon itu tidak jatuh dan seakan-akan tidak merasakan anak panah mereka, malah Anduhur Bombon itu terbang ke arah Timur Bakkara.Lalu dibilang Juara Parultop kepada adeknya Datu Parulas : “Kenapa bisa kek gitu dek, sedangkan Lalat maupun Capung yang terbang bisa dapat kita panah, ini sudah dua mata anak panah mengenai dada Anduhur Bombon itu tetapi tidak mempan?” Lalu dijawab Datu Parulas : ”Bah! Saya pun bingung melihat kejadian ini, Mungkin Anduhur ini mau mempermalukan kesaktian kita” kata Datu Parulas menjawab abangnya. “Menurut pendapat saya“ kata Datu Parulas : “Harus kita dapat Anduhur Bombon itu, biar kita buat jadi lauk, kita harus cabut nyawanya karena burung itu sudahmelecehkan kesaktian kita” Kemudian mereka berdua pergi mengikuti arah burung Bombon itu terbang, dan mereka berdua selalu menemui Anduhur Bombom itu, tetapi belum sempat di Ultop sudah terbang lagi. Setelah tiga hari dua malam mereka mengikuti jejak Anduhur Bombom itu mereka sampai di kampung Sabulan. Namun mereka berdua masih berniat memburu Anduhur Bombon itu, namun tidak nampak lagi. Kemudian dibilang Juara Parultop kepada Adeknya Datu Parulas : “Bagaimana? 

Baliklah kita dek, biarkan aja Anduhur Bombon itu pergi, nanti kecarian bapak kita di kampung, kita tunggu beberapa hari lagi baru kita kembali buru lagi”lalu dijawab adek Datu Parulas : ”Buat apa kita tergesa-gesa kita pulang, istrahatlah dulu di kampung ini, fambil makan ikan si Sabulan, karena Ikan Sisabulan terasa lain enaknya dari ikan daerah lain“ mereka pun Istrahat dikampung itu sambil menikmati ikan Sisabulan.Pada suatu malam Datu Parulas bermimpi, bahwa ayah mereka Guru Tentang Niaji telah meninggal dunia, dan di dalam mimpinya bahwa ayah mereka memberkati perjalanan mereka berdua kemanapun mereka berdua pergi. Setelah mereka terbangun Datu Parulas menceritakan mimpinya kepada abangnya, kemudian mereka membaca hari hari Batak berdasarkan ilmu kebatinan atas mimpi tersebut dan hasilnya membenarkan bahwa orangtua mereka Guru Tentang Niaji benar benar Sudah meninggal dunia. Kemudian mereka berdua sepakat tidak kembali lagi kekampung, dari tempat itu jugalah mereka pergi menjelajah mencari Burung Balam Putih itu (anduhur Bombon). Lalu dibilang Datu Parulas lah sama abangnya Datu Parultop : “Begini bang, Lebih baiklah kita berpisah disini, jika kau kekanan aku kekiri, jika kau kearah hulu aku kearah kawah“ lalu dijawab abangnya Datu Parultop : “Baguslah dek! Baik yang kau bilang itu asal diantara kita tidak ada saling sakit hati, aku setuju yang kau bilang itu, jadi siapakah kita kearah utara dan Siapa yang kearah selatan” lalu dijawab Datu Parulas adeknya : “Bagaimana kalau begini kita buat caranya, Ultopkan ultop mu ke arah atas, setelah jatuh kita lihat mata ultop itu, jika kemana arah mata ultopmu kesitulah arah jalanmu, dan kemana pangkal ultop itu kesitulah arah jalan ku“ lantas dijawab Datu Parultop :“Baguslah idemu itu dek, maka setiap untuk menentukan arah perjalan kita masing-masing, kita buatlah seperti itu, semoga kita sehat sehatdiperjalanan masing-masing” kemudian dijawab Datu  Parulas : ”Bagus begitu bang“Tidak berapa lama Datu Parultop mengarahkan Ultopnya ke atas setelah ditiup anak panahnya jatuh ketanah mereka berdua sama-sama menyaksikan arah mata dan pangkal ultop itu guna menentukan arah perjalanan mereka masing masing. Habis itu mereka berdua berpelukan sambil cium pipi kanan kiri dengan penuh haru yang tidak pernah pisah harus berpisah. Selesai berpelukan DATU PARULTOP berjalan kearah TUNGTUNG BATU sedangkan perjalanan DATU PARULAS kearah LEHU. 1. Perjalanan Datu Parultop-ultop di Tungtungbatu.Selesai mereka berdua berpelukan kemudian DATU PARULTOP menelusuri perjalanannya kearah negeri Tungtungbatu di bawah kaki gunung Bukit Barisan yang berbatas dengan daerah Aceh. Tiba di negeri itu Datu Parultop memperlihatkan kebolehan kesaktian dan keahliannya memanah dengan Ultopnya yang mana penguasa negeri itu adalah RAJA SAMBO suku pakpak yang sedang berperang melawan orang Aceh yang ada diseberang kaki Bukit Barisan, kemudian Datu Parultop menyatakan kesiapannya diangkat menjadi Penasehat perang Raja Sambo, lalu Datu Parultop kawin dengan anak Raja marga SAMBO dan lahir anaknya dibuat namanya CIBRO. Kemudian Datu Parultop meminta tanah perkampungan (istilah Pakpak Gajah Meratah) kepada mertuanya dan diberi nama Kampung Tungtung Batu Sebagai asal usul marga CIBERO sedangkan keturunannya yang merantau ke Tanah Karo menjadi Tarigan Cibero.Menurut pengakuan MUNGKIN CIBRO Kepala Desa Tungtungbatu sebagai tokoh marga setempat yaitu cucu dari RAJA MONDAH CIBRO (Kepala Nagari Tungtungbatu) bahwa anak Datu Parultop lahir sejak kecil hingga remaja sangat nakal dan bandal karena kebandalannya diberi nama CIBRO (Cebong). Sementara DATU PARULTOP setelah lahir anaknya ia sudah pergi kearah Timur Tanah Simalungun menjadi Raja didaerah Simalungun (Pematang Purba) yang keturunannya membawa marga PURBA PAKPAK. Sedangkan keturunan Datu Parultop-ultop yang tinggal di Tungtungbatu membawa marga CIBRO sebagian lagi merantau ke KUTA JUHAR Tanah Karo yang membawa marga CIBRO. Menurut pengakuan dari MUNGKIN CIBRO bahwa marga CIBRO yang di Tungtungbatu beda nenek moyang dengan marga SIBORO yang asal dari Sagala. Hanya saja masih sama-sama keturunan dari PURBA SIGULANGBATU, yaitu CIBRO Tungtung batu anak dari DATU PARULTOP-ULTOP sedangkan SIBORO dari Sagala adalah keturunan DATU PARULAS PARULTOP. Sebagai bukti perbedaan dan kesamaan itu diakui di KUTA JUHAR disana ada dua JAMBUR, satu Jambur keturunan dari CIBRO Tuntung Batu bernama JAMBUR SIBAYAK, sedangkan JAMBUR LATENG adalah pemiliknya adalah keturunan 7SIBORO (DATU MOMBANG DIAJI) asal dari Sagala, sebagai salah satu bukti sejarah kesamaan dan perbedaan marga CIBRO keturunan asal dari TUNTUNG BATU dengan SIBORO keturunan asal dari SAGALA.Selanjutnya Tim Sejarah berwawancara langsung dengan MUNGKIN CIBRO Kepala Desa Tungtungbatu yaitu cucu dari RAJA MONDAH CIBRO Kepala Nagari Tungtungbatu. Menurut pengakuan MUNGKIN CIBRO bahwa pada masa RAJA SAMBO perang dengan Aceh maka diperintahkan kepada penduduk setempat setiap mandi kesungai pulangnya wajib menenteng Batu ke kampung, dan Batu itu akan digunakan sebagai alat perang untuk melawan musuh apabila datang menyerang mereka maka dibuatlah nama kampung itu menjadi Tungtungbatu Tuntung batu/bahasa Pakpak = Nenteng batu) oleh karena itu disebut nama kampung itu menjadi Tuntung Batu. Kemudian Tim bersama-sama MUNGKIN CIBRO pergi mengunjungi perkampungan lama bekas lokasi istana 

Raja yang ditumbuhi banyak pohon Durian tua dilokasi masih telihat batu-batu tungku bekas bangunan istana sambil memperlihatkan situs peninggalan nenek moyang mereka yang sacral berupa BATU TUNGGUNG KUTA (penjaga kampung) pada masa itu batu tersebut letaknya di gerbang kampung, apabila keadaan darurat atau musuh datang bahwa batu tersebut dapat memberi informasi kepada BATU MEJAN yang letaknya dekat dengan rumah RAJA, apabila keadaan darurat maka BATU TUNGGUNG KUTA memberi isayarat informasi kepada BATU MEJAN dan BATU MEJAN mengeluarkan tanda bunyi keadaan bahaya kepada penghuni rumah Raja dan pengawalnya supayaSiaga dan bersembunyi. Sampai sekarang kedua batu tersebut masih dianggap sakral peninggalan nenek moyang mereka dan dirawat serta dipagar sebagai bukti sejarah. Gambar terlampir Desa Tuntungbatu Kecamatan Silimapungga-Pungga Kabupaten Dairi Sumatera Utara.2. Perjalanan Datu Parultop-ultop si Raja Langit ke Tanah Simalungun Kemudian tidak berapa lama DATU PARULTOP teringat kembali terhadap anduhur Bombon yang dicari-cari bersama adeknya Datu Parulas si Raja Ursa itu lantas diarahkannya Ultopnya ke arah atas untuk menentukan arah perjalanan selanjutnya. Selesai ditiupnya Ultopnya, anak ultop jatuh ketanah dan melihat arah perjalanan yang akan dituju kearah Timur daerah Tanah Simalungun lalu DATU PARULTOP menelusuri hutan belantara hingga sampai di Pematang Purba Tanah Simalungun dibawah kekuasaan Tuan Simalobong Purba Dasuha. Di Neger Pematang Purba Datu Parultop pun memperlihatkan kebolehan kesaktian dan keahliannya memanah dengan Ultopnya, dan iapun sehari-harinya berburu mangultop burung serta melatih orang setempat belajar pencak silat serta mengajarkan podah podah tur (Pengobatan tanpa mantra) dan menyebut dirinya PURBA PAKPAK Pangultop-ultop, sehingga ia berhasil merebut hati rakyat setempat.Suatu ketika di wilayah hutan belantara Pematang Purba, Datu Parultop berburu berhasil mengultop seekor burung Nanggordaha yang kemudian dari tembolok burung itu terdapat biji Padi dan Jagung. Ketika ia melihat daerah Purba adalah negeri yang subur, maka iapun memohon kepada Raja setempat yaitu marga Purba Dasuha Tuan Simalobong salah satu pertuanan di bawah Kerajaan Panei untuk diberikan sebidang tanah, yang kelak akan ia tanami dengan biji Padi dan Jagung yang ia peroleh dari tembolokrung itu. Inilah yang mengantarkan Datu Pangultop-ultop berjaya dari hasil panen Padi dan Jagung yang melimpah dari sebidang tanah yang diterimanya dari kebaikan Raja Itu. Hasil panennya pun ia simpan di sebuah lumbung besar. Suatu waktu muncullah paceklik yang mengakibatkan penduduk kewalahan mencar1i makanan.Penduduk pun mengetahui Pangultop-ultop memiliki banyak menyimpan padi dan jagung di lumbungnya, mereka pun lalu memintanya agar memberikan padi dan jagung yang selama itu ia kumpulkan. Hanya saja, ia tidak mau memberi padi atau jagungnya jika penduduk setempat hanya memanggilnya dengan sebutan OPPUNG” (kakek atau orang yang dihormati) melainkanpanggilan RAJA. “Jangan panggil aku Oppung, jika ingin mendapatkan Padi dan Jagung dari saya, tapipanggillah saya RAJA“ katanya. Mereka punmemanggilnya demikian, yang lantas diketahui oleh Purba Dasuha selaku Raja di daerah itu. Merasa pengakuan terhadap dirinya terancam tidak diakui lagi, maka Purba Dasuha Tuan Simalobong pun mengadakan pertemuan dengan Pangultop-ultop ; “Jika kamu memang Raja, maka buktikanlah ?” kata Purba Dasuha Tuan Simalobong. Hal ini memang dituruti oleh Pangultop-ultop dengan mematuhi peraturan yang ditetapkan Purba Dasuha Tuan Simalobong, yaitu “MARBIJA” (bersumpah) adalah prosesi yang menjadi langkah pembuktian itu.Segemgam tanah, air dan appang-appang (kulit kerbau) sebagai medianya. Maka, Pangultop-ultop kembali ketanah asalnya untuk mendapatkan ketiganya (Tanah, Air, Appang-appang). Kemudian Segemgam tanah lalu ditabur, dilapisi appang-appang dan disampingnya ditaruh air yang tertuang dalam Tatabu (sejenis tempayan dari kulit Labu). Dengan disaksikan oleh rakyat, lalu Pangultop ultop bersumpah di hadapan Tuan Simalobong Purba Dasuha yang dikawal oleh para ulubalang, katanya “JIKA TANAH YANG AKU DUDUKI INI DAN AIR YANG KUMINUM INI BUKAN MILIKKU, MAKA SEKARANG JUGA AKU MATILAH” 


seterusnya Pangultop-ultop pun kemudian meminum air itu. Waktulah yang kemudian menjawab sumpah itu. Meski sudah melewati hari, minggu, bulan hingga tahun namun Pangultop-ultop tidak mati seperti Lazimnya sebuah sumpah yang mengandung kebohongan maka maut adalah imbalannya. Dan waktu jugalah yangLmenentukan peralihan kekuasaan dari Purba Dasuha Tuan Simalobong kepada Pangultop-ultop Purba Pakpak.Gambar 12 : Tugu dan Prasakti nama-nama Raja yang pernah berkuasa di Kerajaan PurbaKemudian kata Purba Dasuha Tuan Simalobong kepada Pangultopultop Purba Pakpak : “KUAKUI, SEKARANG KAMULAH RAJA YANG PANTAS MEMIMPIN KERAJAAN PURBA, SEBAB SUMPAHMU TAK BERBALA”Sejak saat itu Pangultop-ultop Purba Pakpak resmi diakui 7666menjadi raja, tepatnya pada tahun 1624 selama 24 tahun hingga akhir kepemimpinannya pada tahun 1648, dan anak cucunya dibuat marga PURBA PAKPAK. Sedangkan raja Mterdahulu Purba Dasuha Tuan Simalobong masih dianggap sebaga Raja, hanya saja tidak lagi memerintah. Tim Sejarah langsung wawancara dan memperoleh keterangan dari Penjaga Lokasi Istana Kerajaan Purba yang dibuat sebagai salah satu kunjungan objek wisata budaya Simalungun. Dan Tim Sejarah berjalan berkeliling di complek istana terdapat Tugu Prasasti nama-nama 14 (empat belas) Nama-na Raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Purba sejak tahun 

1624 – 1945 yaitu 1. TUAN PANGULTOP-ULTOP, 2. TUAN 

RADJINMAN, 3. TUAN NANGGAR, 4. TUAN BATIRAN, 

5. TUAN BAKKAPADJA, 6. TUAN BARINGIN, 7. TUAN 

BONA BATU, 8. TUAN RAJAULAN, 9. TUAN ATIAN, 

10. TUAN HORMABULAN, 11. TUAN RAONDOP, 

12. TUAN RAHALIM, 13. TUAN KAREL TANDJU dan 

14. TUAN MOGANG. Setiap Raja naik tahta kerajaan Pematang Purba tidak harus dari Purba Dasuha namun setiap marga Purba yang dianggap mampu jadi Raja yang bisa memimpin kerajaan Pematang purba. 

Komentar

POPULER POST

SILSILAH GIRSANG

SILSILAH TOGA SIMAMORA BERBAGAI VERSI

PINAR SIMALUNGUN

Patuturan Dalam Ke Kerabatan Suku Simalungun

TAROMBO MARGA GIRSANG

GIRSANG Vs LUMBAN TORUAN HARIARA

SEJARAH LAHIRNYA MARGA TARIGAN

Umpasa Namarpariban

PESTA TUGU GIRSANG 2017

Radja Radja Simalungun