Catatan Sejarah Purba Girsang Partuanon Dolog Batu Nanggar


Partuanon Dolog Batu Nanggar dari administrasi kecamatan sekarang disebut Dolog Maraja, dengan pusat pemerintahan Pamatang Dolog sebagai bagian dari wilayah Harajaon Panei. Tuan Bosi Purba Girsang pada saat itu menjabat sebagai wakil pemerintahan dari Harajaon Panei. Batu Nanggar berasal dari kata simalungun “Nanggar” yang berarti landasan. Situs Batu Besar di tepi Bah Hapal tersebut sebagai asal mula kata Batu Nanggar, yaitu batu landasan digunakan untuk menutupi lubang besar.
              Tuan Baja Purba Girsang

Pada Pemerintahan Tuan Bosi Purba Girsang “tersandung” oleh masalah blasting (pajak) sehingga diberhentikan (non aktif) oleh Raja Panei. Anak laki laki dari Puang Bolon telah meninggal, sedangkan anak dari Puang Parumah, Tuan Badja Purba masih sekolah di Medan. Kemudian, kedudukan nya diganti oleh Tuan Dolog Hataran. Kelak, Tuan Badja Purba mengambil puteri Raja Siantar – Tuan Riah Kadim sehingga diangkat kembali sebagai pejabat pemerintahan partuanon Dolog Batu Nanggar.

(Catatan : Tuan Marihat dari Kerajaan Siantar memiliki 3 puteri – boru Damanik – yang dipersunting oleh Raja Panei, puteri kedua oleh Raja Purba, Tuan Mogang Purba Pak Pak dan ketiga Tuan Bosi Batu Nanggar)

Pada masa selanjutnya memasuki masa kemerdekaan, Tuan Badja Purba menjabat sebagai Bupati Simalungun pertama, meneruskan karir sebagai Kepala Wilayah Sumatera Timur, pada periode selanjut nya menjabat sebagai Bupati Langsa, kemudian Bupati Labuhan Batu dan terakhir sebagai Bupati Karo.( Sultan Saragih) 

Distrik Dolok Batu Nanggar

Catatan: Simalungun Gerard Louwrens Tichelman

Dalam Buku : STEENPLASTIEK SIMALOENGOEN - 1939

Diterjemahkan oleh: Karles H Sinaga

Parbapaan Dolog Batu Nanggar berasal dari Naga Saribu. Penguasa yang ada saat ini adalah yang kesembilan dalam silsilah ini. Pada tiga Tuan pertama, tempat itu belum bernama Dolog Batu Nanggar melainkan Naga Lintang, dan penguasanya berasal dari marga Sinaga. Baru setelah itu leluhur Tuan Dolog Batu Nanggar yang sekarang berkuasa dan membawahinya nama itu diubah.

Leluhur ini memiliki beberapa putra, dan juga seorang putri cantik, yang telah banyak dilamar untuk dinikahi, tetapi belum bersedia. Suatu ketika datanglah seorang laki-laki dari Toba yang pandai sihir. Mereka memanggilnya Guru Maringon. Suatu hari, ketika putri kepala suku sedang menenun di gubuknya di ladang, Guru Maringon lewat. Dia melemparkan tutup air, yang dia gunakan untuk menenun untuk membasahi benang, dan kemudian memanggil Guru Maringon. Ketika dia datang, dia memintanya untuk membantunya mendapatkan air. Guru Maringon menjawab: "Apakah Anda memiliki bambu air di sini? maka saya akan memberi air." "Jika saya memilikinya, saya tidak membutuhkan bantuan Anda," jawab gadis itu. “Saya akan mengambil air sendiri. Jika Anda bahkan tidak dapat memberi saya air tanpa mengambilnya dari sungai atau dari orang lain, maka jangan anda membiarkan orang memanggil anda guru dan menjalani kehidupan yang malas dan lebih santai dari apa yang orang tawarkan kepada Anda sebagai guru! Jika Anda bisa memberi saya air di sini tanpa mengambilnya, maka Anda boleh menikah dengan saya, betapapun jeleknya Anda, dan Anda tidak perlu membayar mahar kepada orang tua saya." Guru Maringon memintanya untuk mengulangi perjanjian ini di hadapan para saksi; dia memanggil beberapa orang yang bekerja di dekatnya, dan dia meneguhkan janjinya.

Kemudian Guru Marigon mencabut tanaman keladi dari tanah; dari akarnya mengalir air, yang dia tangkap dan persembahkan kepada gadis itu. Air juga menggelegak dari tempat dia mengeluarkan keladi. Sang Guru sekarang ingin gadis itu menepati janji, tetapi dia menolak untuk menepati janjinya, mengatakan bahwa dia lebih baik mati daripada menikah dengannya. Guru itu kemudian pergi seperti tidak terjadi apa-apa. Sementara itu, mata air di tempat tumbuhnya tanaman keladi itu semakin deras mengalir. Akhirnya, air tumpah ke ladang dan merusak tanaman.

Warga mengadu kepada Tuan Naga Lintang, yang memanggil Guru Maringon dan memintanya untuk menghentikan aliran tersebut. Sang guru menjawab bahwa satu-satunya cara untuk menghentikan sumur itu adalah dengan melemparkan putri Tuan Naga Lintang ke dalamnya. Tuan Naga Lintang awalnya menolak, tetapi pada akhirnya kerusakan yang ditimbulkan air menjadi begitu besar sehingga dia harus mengalah. Pada hari yang ditentukan sebagai keberuntungan oleh guru, gadis itu dibawa dengan seorang budak dan seorang gadis budak ke sumur, guru mengucapkan suatu bentuk dan mendorong ketiga korban ke dalam air, di mana mereka menghilang tanpa jejak. Sejak saat itu sumur menjadi semakin kecil, dan akhirnya benar-benar kering. Penduduk memulihkan ladangnya yang hancur.

Setahun kemudian, Guru Maringon menyembelih seekor kerbau dan menawarkan Tuan Naga Lintang dan orang-orang makan, meminta bantuan mereka untuk mengangkat dan memperbaiki pintu rumahnya, yang baru saja dia selesaikan. Permintaan ini menimbulkan keheranan yang luar biasa, karena tidak ada seorang pun yang pernah melihat Guru Maringon membangun sebuah rumah. Mereka bertanya di mana rumahnya, dan dia menjawab bahwa dia akan menunjukkan kepada mereka ketika saatnya tiba untuk memasang pintu. Sekitar sebulan kemudian dia menyembelih seekor kerbau lagi dan menyuruh seluruh penduduk, pria dan wanita, tua dan muda, ikut dengan mereka ke tepi Bah Hapal. Terlihat sebuah gua di tepian dengan bukaan selebar satu meter dan panjang dua meter. Di dekat lubang itu tergeletak sebuah batu berbentuk landasan. Di sinilah makanan dibuat. Setelah mereka makan, Guru Maringon meminta Tuan Naga Lintang untuk menemui putrinya. Atas jawaban afirmatif sang ayah, sang guru memanggil gadis itu. Kemudian pertama dua pemandunya keluar dari gua dan membentangkan sejumlah tikar emas dan perak di depan lubang. Kemudian gadis itu sendiri keluar dan duduk di atas tikar. Guru Marigon kemudian memberi tahu Tuan Naga Lintang bahwa agar negaranya makmur dia harus mengubah namanya , sebuah gunung batu berbentuk landasan (dolog batu nanggar), yang menjadi rumah Guru Maringon. Dalam kesulitan mereka bisa terus memanggil Guru Marigon, yang kemudian akan membantunya, meskipun dia tidak lagi terlihat. Dengan demikian nama negara menjadi Dolog Batoe Nanggar.

Kemudian Guru Marigon memasuki gua bersama gadis itu; mereka duduk berdampingan di atas tikar emas dan perak. Tuan Dolog Batoe Nanggar memerintahkan rakyatnya untuk mengangkat pintu batu itu dan menutupnya dengan pintu itu. Sejak itu, gua tidak pernah dibuka, dan yang didalam tidak pernah keluar. Sekitar 30 tahun yang lalu, Tuan Dolog Kahean berusaha membuka gua untuk mengekstraksi emas, tetapi bandjir di Bah Hapal berulang kali menghalangi kemajuan pekerjaan. Kemudian Tuan Nagori mencoba hal yang sama, tetapi juga tidak berhasil. Namun, mereka telah menghancurkan batu itu sehingga tidak lagi berbentuk landasan, tetapi meruncing ke atas.


Tiga penguasa sekarang diaiku  di ibu kota kerajaan.:

1. Orang Kaja, dari Marga Poerba Girsang, masih ada sampai sekarang dan ditunjuk oleh Tuhan Dolok Batoe Nanggar, salah satu perbapaan, mantan bawahan Pane.

2. Djagoraha, komandan pasukan, sekarang tidak lagi dipertahankan, yang fungsinya dipegang oleh salah satu marga Purba Tamboen Saribou, yang ditunjuk untuk itu oleh Tuhan Simarimboen, perbapaan Pane.

3. Tuhan Suhi dari marga Purba Sida Dolok, dipanggil ke kantor itu oleh Tuhan Sinaman, juga salah satu perbapan Pane.


Satu lagi:

Pangkat raja diikuti oleh para Tuan, bawahan, raja yang sebelumnya merdeka. Yang utama di Simalungun adalah Tuan Bandar, Sidamanik, Dolok Panribuan, Jorlang Hataran dan Dolok Batu Nanggar. Mereka boleh makan (sapananan) bersama raja, yang dilarang bagi orang yang lebih rendah dari mereka.

Komentar

POPULER POST

SILSILAH GIRSANG

SILSILAH TOGA SIMAMORA BERBAGAI VERSI

PINAR SIMALUNGUN

Patuturan Dalam Ke Kerabatan Suku Simalungun

TAROMBO MARGA GIRSANG

GIRSANG Vs LUMBAN TORUAN HARIARA

SEJARAH LAHIRNYA MARGA TARIGAN

Umpasa Namarpariban

PESTA TUGU GIRSANG 2017

Radja Radja Simalungun